Pancawala, Putra Tunggal Puntadewa
Pancawala merupakan putra tunggal Prabu Puntadewa dengan Dewi Drupadi. Pancawala mempunyai karakter halus, pemberani dan berbakti pada orang-tuanya. Pancawala menikah dengan sepupunya Endang Pergiwati, putri dari Arjuna, yang juga pamannya dengan Dewi Manuhara.
Meskpin Pancawala terlibat dalam Bharatayuda, tetapi Ia berhasil selamat hingga perang itu berakhir. Kematiannya terjadi saat ia bertarung dengan Aswatama, putra Resi Durna yang berhasil menyusup masuk ke dalam perkemahan Pandawa sebagai balas dendam atas kematian dan kekalahan Korawa.
Gatotkaca, Ksatria Sakti yang Mampu Mengangkasa
Gatotkaca mungkin merupakan tokoh wayang Putro Pendowo yang paling popular diantara sepupu-sepupunya. Dalam pagelaran wayang orang, penonton mungkin juga mengenali penampilannya. Pria berbadan kekar dengan kumis melintang, Bajunya ada visual bintang besar keemasan, serta memiliki “backpack” untuk terbang.
Ia merupakan anak Bima dengan Dewi Arimbi, putri Kerajaan Pringgodani. Saat lahir, tali pusarnya tidak dapat dipotong, kecuali oleh sarung senjata Konta yang dimiliki oleh Adipati Karna. Ketika tali pusat dipotong, secara ajaib sarung senjata ini juga masuk kedalam pusarnya.
Bayi Gatotkaca ini juga dipersiapkan para dewa untuk melawan musuh dewata yang hendak menyerang kahyangan. Bayi ini dimasukkan dalam Kawah Candradimuka yang panas membara, sehingga segala kesaktian merasuki tubuhnya. Tak jarang ia disebut sebagai manusia dengan otot kawat dan tulang besi.
Gatotkaca menikah dengan Endang Pergiwa, yang merupakan saudara kembar dari Endang Pergiwati yang menjadi istri Pancawala. Endang Pergiwa adalah putri dari Arjuna yang juga pamannya.
Dalam Bharata Yudha, Gatotkaca menjadi Senapati pihak Pandawa untuk menghadapi Adipati Karna dari Awangga. Dalam perang tanding ini, Gatotkaca yang sedang melayang di udara, dilempar Tombak Konta milik Karna.
Senjata Konta menembus pusarnya, karena dulu tali pusatnya hanya dapat putus oleh sarung senjata Konta ini. Seolah olah Sang Konta ingin bersatu kembali dengan sarungnya yang sudah menyatu dalam tubuh Gatotkaca.
Sebelum tewas ia mengarah dan menjatuhkan dirinya ke arah kereta perang Karna. Melihat hal ini Karna langsung melompat dari keretanya. Saisnya tewas dan kereta perangnya juga hancur luluh lantak.
PRESIDEN Joko Widodo menyebut demokrasi di Indonesia sudah kebablasan. Praktiknya telah membuka peluang artikulasi politik ekstrem seperti liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme, terorisme, serta ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.
Mungkin inilah jawaban kenapa demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan yang dianggap paling baik dan kita anut untuk membawa kemajuan bangsa tetapi kenyataannya hingga kini tidak (belum) memberikan berkah, tetapi malah berujung masalah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebablasan adalah terlewat dari batas atau tujuan yang sudah ditentukan; keterlaluan. Berdasar pengertian ini, sesungguhnya yang keterlaluan itu orang (elite)-nya. Mereka mengunyah demokrasi kelewat batas, mengumbar selera (hak) tapi abai etika dan emoh kewajiban dan tanggung jawab.
Bila model elitenya demikian adanya, betapa pun eloknya suatu sistem, dipastikan itu tidak akan memberikan manfaat bagi rakyat. Justru itu mengancam entitas bangsa dan negara. Inilah yang dikhawatirkan akan terjadi bila kita tidak segera eling dan mengoreksi diri.
Berpijak pada narasi itu, bangsa ini, terutama para elitenya, mesti berintegritas dan memahami filosofi kehidupan berbangsa. Bukan hanya menuntut hak, melainkan juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab. Kemajuan bangsa tidak akan terwujud tanpa peran serta semuanya.
Konteks dengan itu, rasanya relevan ajaran Pangeran Sambernyawa (1725-1796) sebagai alternatif solusinya. Piwulang itu ialah Rumangsa melu handarbeni, wajib melu hangrungkebi, mulat sarira hangrasawani (Merasa ikut memiliki, wajib ikut membela, wawas diri).
Dalam dunia pakeliran, salah satu kunci utama kemajuan yang dicapai Negara Amarta, yang kondang pula bernama Indraprastha, berkat sikap dan dedikasi putra-putra Pandawa yang menjalankan petuah Tridharma tersebut. Mereka tidak pernah menuntut hak, sebaliknya justru mempertaruhkan jiwa raga demi kejayaan Amarta.
Mental luhur seperti itu karena dilandasi pemahaman yang jernih terhadap jerih payah dan perjuangan para pepunden mereka, Pandawa (Puntadewa, Werkudara, Arjuna, Nakula, dan Sadewa) ketika berjibaku mendirikan Negara Amarta.
Pandawa menyabung nyawa di atas lahan belantara yang bernama Wanamarta. Wilayah itu sejatinya merupakan kerajaan siluman yang dipimpin Prabu Yudhistira. Pengertian akan nilai-nilai sejarah itulah yang membuat mereka tidak hanya ingin berpangku tangan menikmati kemerdekaan, tapi juga berkewajiban dan bertanggung jawab untuk ikut serta memajukan bangsa dan negara. Bekalnya bukan sekadar kesadaran, mereka juga menjalani laku prihatin untuk mengasah sekaligus menebalkan kualitas jiwa kesatria.
Para putra pandawa yang terceritakan dalam dunia pakeliran, antara lain, Pancawala (putra Puntadewa), Antareja, Gathotkaca, dan Antasena (putra Werkudara), Abimanyu, Prabakusuma, Wisanggeni, Irawan, Sumitra, Prabakusuma, Bratalaras, dan Wijanarka (putra Arjuna), Pramusinta (putra Nakula), Srutakirti, dan Suhotra (putra Sadewa).
Dalam seni pedalangan, dari sejumlah kesatria itu, yang sering dikisahkan ialah Gathotkaca, Antareja, Antasena, Abimanyu, dan Wisanggeni. Mereka merupakan pilar-pilar terdepan, terutama dalam menjaga kedaulatan Amarta. Mereka merepresentasikan pertahanan solid tiga matra, yakni udara, darat, dan laut. Udara dikomandani Gathotkaca. Lalu Abimanyu bertanggung jawab atas keamanan di darat. Antareja mengawal dalam perut bumi, sedangkan Antasena menjaga kedaulatan laut. Mereka melaksanakan tugas dengan penuh pengabdian sehingga Amarta aman dan damai.
Keempat kesatria utama itu juga memiliki tanggung jawab terhadap kesatrian masing-masing. Gathotkaca di Kesatrian Pringgondani yang sesungguhnya negara yang juga memiliki rakyat. Namun, ia lebih berkonsentrasi untuk kejayaan Amarta. Abimanyu berdomisili di Kesatrian Plangkawati, Antareja bertempat tinggal di Kesatrian Jangkarbumi, dan Antasena berada di Kisikarmada.
Wisanggeni sehari-hari berada di Kahyangan Daksinapati. Namun, bila para saudaranya kerepotan dalam mengemban tugas, ia akan turun ke marcapada memberikan pencerahan dan jalan keluar. Tidak ada masalah yang tidak bisa terselesaikan bila ia campur tangan.
Dalam kiprah mereka, para putra Pandawa selalu bersikap merasa memiliki Amarta. Karena itu, mereka terpanggil untuk membelanya. Pada titik ini mereka setiap saat siap menyerahkan jiwa raga. Mereka juga terus mengoreksi diri agar senantiasa berada dalam kebenaran rel perjuangan.
Puncak pengabdian dan pengorbanan para putra Pandawa demi kejayaan Amarta sekaligus keluhuran Pandawa ketika pecah perang Bharatayuda. Yakni, pertempuran antara Pandawa dan Kurawa di Kurusetra yang melambangkan perangnya nafsu kebaikan melawan keburukan. Mereka semua maju ke pelagan dengan gagah berani.
Kodratnya, semua putra Pandawa gugur sebagai kusuma bangsa. Pengorbanan mereka tidak sia-sia karena Pandawa pada akhirnya berjaya sehingga menyatukan Amarta dengan Astina, warisan orangtua mereka. Semangat perjuangan mereka diilhami slogan tiji tibeh (mati siji mati kabeh, mukti siji mukti kabeh). Artinya kurang lebih mati satu mati semua, sukses satu sukses semua. Inilah yang membuat mereka solid dalam perjuangan. Ini juga merupakan ajaran Pangeran Sambernyawa yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I.
Dikontekskan dengan bangsa ini, adalah kewajiban dan tanggung jawab semua putra bangsa untuk menunaikan cita-cita founding fathers menuju Indonesia maju.
Sistem demokrasi yang kita pilih saat ini semestinya sebagai ‘tool’ untuk mencapai tujuan, bukan malah ditunggangi untuk memburu kepentingan sempit dan sesaat.
Tentu, ajaran Pangeran Sambernyawa tersebut perlu diejawantahkan dalam situasi kekinian. Kita berkewajiban dan bertanggung jawab sesuai dengan bidangnya. Dalam bahasa dalang Ki Manteb Soedharsono, menurut pakemnya masing-masing. Bila semua bersatu dan solid gumregah cancut tali wanda (bersemangat dan serius berkarya), negara ini pasti mencapai kejayaannya. (M-4)
ONO SARWONO [email protected]
Tokoh Wayang, Putra-Putra Pandawa Yang Masyhur
Tokoh Wayang Pandawa Lima yang terdiri dari Puntadewa, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa merupakan tokoh sentral dalam Epos Mahabharata. Tentunya Kawan GNFI telah kenal mereka, bukan? Namun apakah Kawan juga telah mengenal putra-putra mereka? Yuk, kita simak.
Artikel ini akan membahas beberapa tokoh wayang putra putri Pandawa yang masyhur, yang seringkali tampil dalam lakon-lakon pewayangan.
Abimanyu, Sang Ksatria Pewaris Wahyu Mahkutarama
Abimanyu merupakan putra Arjuna dengan Dewi Sumbadra. Nama Abimanyu memiliki pengertian sebagai orang yang memiliki keberanian. Ia juga memiliki nama Angkawijaya dan Jayamurcita.
Selain keberanian, ia juga dikenal sebagai orang yang halus tingkah laku dan ucapannya, bertanggung jawab serta bekemauan keras. Persis seperti watak ayahnya.
Parikesit, Putra Abimanyu I Wikimedia Commons - Tropen Museum
Ia memiliki ilmu keprajuritan yang tinggi, karena ia dilatih dan dididik langsung oleh ayahnya, Sang Arjuna. Selain itu, ia juga gemar melakukan laku tapa dan mendapatkan pengajaran dari Begawan Abyasa, kakek buyutnya.
Buah dari itu semua, ia memperoleh Wahyu Makutharama, suatu wahyu yang menjadikan keturunannya sebagai raja-raja penerus mahkota Kerajaan Astinapura. Hal ini terbukti,memang dari keturunannyalah kelak yang akan memerintah Astina setelah Prabu Puntadewa turun takhta karena ingin menjalani dharma sebagai pertapa.
Abimanyu memiliki dua orang istri, yaitu Siti Sundari yang merupakan putri dari Prabu Kresna, dan Dewi Utari, putri Raja Wiratha, yang kemudian memiliki putra bernama Parikesit yang kelak akan menjadi raja di Astina.
Dalam Bharata Yudha, Abimanyu ,menjadi Senopati perang yang berani dan tangguh. Gelar pasukan Korawa kocar kacir dibuatnya. Dalam suatu pertempuran yang tidak seimbang, Abimanyu berhasil dipisahkan dari induk pasukan dan dikepung oleh para Kurawa.
Meskipun demikian ia tetap bertempur dengan gagah berani. Bahkan ia lebih menggila. Abimanyu berhasil menewaskan Lesmana Mandrakumara, putra dari Duryudana yang dipersiapkan menjadi putra mahkota Astina, sebelum akhirnya ia tewas dengan dihujani oleh ratusan anak panah Korawa.
Tubuhnya terlihat seperti landak, karena saking banyaknya anak panah yang menempel pada seluruh tubuhnya. Dalam pewayangan luka luka seperti ini dikenal dengan istilah Arang Kranjang.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ksatria Pandawa 5 adalah serial televisi kolosal Indonesia produksi Genta Buana Paramita yang ditayangkan perdana 11 Agustus 2014 di Trans TV. Serial ini dibintangi oleh Rico Verald, Selvi Kitty, dan Ario Gumilang.[1][2][3][4]
JANGAN LUPA RATE YA GAN
Pandawa Lima adalah sebutan untuk sebuah keluarga di dunia pewayangan yang terdiri atas lima orang laki-laki bersaudara pembela dan pejuang kebenaran. Ternyata seperti halnya tokoh-tokoh pewayangan lain seperti Ramayana, Punakawan dan lain-lainnya. Pandawa Lima juga mengandung makna yg mendalam sesuai dengan ajaran agama Islam. Dalam pewayang Jawa Pandawa Lima lebih dikenal dengan isitilah Pendawa Lima kependekan dari Pendalaman Wawasan Lima. Maksudnya adalah Membina dan Membing Umat agar lebih memperdalam lebih jauh tentang apa arti sesungguhnya tentang Rukun Islam yang lima dan apa makna filosofinya dalam prilaku hidup muslim Dalam dunia pewayangan arti Pendawa Lima adalah merupakan visualisasi dari rukun Islam yang lima, maksudnya bahwa figur Pandawa Lima itu merupakan gambaran rukun Islam yang lima. Berikut uraian tokoh-tokoh Pandawa Lima:
Spoiler for Yudhistira:
Spoiler for yudhistira:
Yudhistira (Puntadewa/Satria Pembarep/Ksatria Tertua) Yudisthira merupakan sulung dari para Pandawa. Dia memiliki sifat jujur, adil, sabar, taat, dan penuh percaya diri. Dikisahkan juga bahwa selama hidupnya, Yudisthira tidak pernah berbohong. Yudisthira mahir menggunakan tombak sebagai alat perang. Dikisahkan juga bahwa setelah perang Baratayuda, Yudisthira adalah pemegang tahta kerajaan Hastinapura. Yudhistira mempunyai senjata “Jimat Kalimasada” alih bahasa dari kalimat Syahadat. Dengan senjata ini ia tidak pernah kalah ataupun putus asa menghadapi musibah, tidak banyak suudzon terhadap setiap orang. Sebagian pendapat mengatakan bahwa istilah Kalimasada berasal dari kata Kalimat Syahadat, yaitu sebuah kalimat utama dalam agama Islam. Kalimat tersebut berisi pengakuan tentang adanya Tuhan yang tunggal, serta Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Tentang Kalimasada : Menurut pendapat tersebut, istilah Kalimasada diciptakan oleh Sunan Kalijaga, salah seorang penyebar agama Islam di Pulau Jawa pada abad ke-16. Konon, Sunan Kalijaga menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah, antara lain ia memasukkan istilah Kalimat Syahadat ke dalam dunia pewayangan. Namun pendapat lain mengatakan bahwa sebelum datangnya agama Islam, istilah Kalimasada sudah dikenal dalam kesussastraan Jawa. Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh Dr.Kuntar Wiryamartana SJ. Istilah Kalimasada bukan berasal dari kata Kalimat Syahadat, melainkan berasal dari kata Kalimahosaddha. Istilah Kalimahosaddha ditemukan dalam naskah Kakimpoi Bharatayuddha yang ditulis pada tahun 1157 atau abad ke-12, pada masa pemerintahan Maharaja Jayabhaya di Kerajaan Kadiri. Istilah tersebut jika dipilah menjadi Kali-Maha-Usaddha, yang bermakna "obat mujarab Dewi Kali". Kakimpoi Bharatayuddha mengisahkan perang besar antara keluarga Pandawa melawan Korawa. Pada hari ke-18 panglima pihak Korawa yang bernama Salya bertempur melawan Yudistira. Yudistira melemparkan kitab pusakanya yang bernama Pustaka Kalimahosaddha ke arah Salya. Kitab tersebut berubah menjadi tombak yang menembus dada Salya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah Kalimahosaddha sudah dikenal masyarakat Jawa sejak beberapa abad sebelum munculnya Sunan Kalijaga. Mungkin yang terjadi adalah Sunan Kalijaga memadukan istilah Kalimahosaddha dengan Kalimat Syahadat menjadi Kalimasada sebagai sarana untuk berdakwah. Tokoh ini memang terkenal sebagai ulama sekaligus budayawan di Tanah Jawa, oleh karena itu Yudhistira merupakan gambaran Rukun Islam yang pertama yiatu Dua Kalimat Syahadat (karena disebutkan bahwa dia mempunyai Jimat Kalimasada.
Bima(Bratasena/Satrio Penegak Pandowo/Ksatria Penegak Pandawa) Bima adalah anak kedua dari keluarga Pandawa. Bima memiliki arti “mengerikan” dalam bahasa sansekerta. Mungkin hal ini karena Bima memang memiliki perawakan yang besar diantara saudaranya yang lain. Tak heran, Bima menjadi panglima perang dalam perang Baratayuda, memimpin tentara Pandawa. Bima diceritakan memiliki sifat gagah berani, teguh, kuat, jujur, tabah, dan patuh. Selain itu, Bima dikenal sebagai tokoh yang tidak suka basa-basi. Dikisahkan juga bahwa Bima adalah titisan Bayu, dewa angin, yang menjelma menjadi Pandu saat menikahi dewi Kunti. Bima mahir menggunakan senjata gada yang terkenal dengan nama Rujakpala, tidak ketinggalan senjata lainnya, yaitu kuku Bima, yang dinamakan Pancakenaka. Pada perang Baratayuda, Bima adalah tokoh penutup perang yang berhasil membunuh Duryodana, pemimpin tertinggi Kurawa. Bima memiliki anak dari perkimpoiannya dengan Dewi Arimbi yang bernama Gatotkaca. Bima digambarkan selalu siap dengan senjata pamungkasnya yaitu Kuku Pancanaka yang diartikan sholat lima waktu haruslah ditegakkan dalam keadaan apapun. Julukan Ksatria Penegak ini merefleksikan Ibadah Shalat sebagai Tiang Agama atau Penegak Agama, oleh karena itu Bima digambarkan sebagai Rukun Islam yang kedua yaitu Menegakkan Shalat.
Arjuna(Wijaya/SatrioPenengah Pandowo/Ksatria Penengah Pandawa) Arjuna adalah anak ketiga. Dikisahkan Arjuna merupakan titisan dewa Indra, raja semua Dewa. Dikisahkan Arjuna memiliki sifat mulia, cerdik, berani, berjiwa kesatria, imannya kuat, tahan terhadap godaan duniawi, gagah berani, dan selalu berhasil merebut kejayaan. Arjuna adalah tokoh yang paling rupawan diantara saudara-saudaranya. Sehingga tidak heran, kalau Arjuna sering dianalogikan sebagai lelaki yang tampan, gagah, dan gentle di kehidupan kita sekarang. Arjuna lihai memainkan senjata panah. Dalam perang Baratayudha, Arjuna menggunakan Pasupati, nama panahnya, untuk membunuh Bisma, panglima besar Kurawa. Dalam perang juga, Arjuna dikenal sebagai ksatria tanpa tanding, karena saat bertempur, Arjuna tidak pernah sekalipun menemui kekalahan. Arjuna memiliki banyak istri karena ketampanannya, salah satunya yang terkenal adalah dewi Srikandi yang membantu Arjuna membunuh Bisma. Raden Arjuna digambarkan sebagai tokoh yang sangat tampan, lemah lembut, pemberani, pemanah ulung, pembela kebenaran, dan idola kaum wanita. Ini merefleksikan Ibadah Puasa wajib dibulan Ramadhan yang penuh hikmah dan pahala sehingga menarik hati kaum Muslim utk beribadah sebanyak-banyaknya. Keahlian Raden Arjuna dalam bertempur dan memanah ini merefleksikan Ibadah Puasa sebagai senjata utk melawan hawa nafsu. Orang berpuasa banyak godaan hawa nafsu setan apabila tidak kuat menghindarinya pasti akan jebol pertahanannya. Arjuna merupakan gambaran Rukun Islam yang ke-tiga yaitu Puasa di Bulan Ramadhan hal ini karena dia mempunyai/ kesaktian yang tak terkalahkan, dan sesuatu yang menyenangkan pandangan, karena dia gemar Tirakat/bertapa (berpuasa) dan gemar menahan nafsu.
Nakula (Ksatria kembar) Nakula adalah anak keempat dari Pandawa, dan lahir dari perkimpoian antara Pandu dengan dewi Madri. Nakula diceritakan memiliki sifat taat, setia, belas kasih, tahu membalas budi, dan menyimpan rahasia. Nakula memiliki saudara kembar, yaitu Sadewa. Nakula juga terkenal sebagai orang yang tampan, namun tidak seperti Arjuna yang rendah hati dengan ketampanannya. Nakula lebih membanggakan ketampanannya dan tidak mau mengalah. Nakula lihai memainkan senjata pedang pada perang Baratayuda. Kelebihan lainnya yang dimiliki Nakula adalah ilmu pengobatan, karena Nakula dipercaya sebagai titisan dewa Aswin, dewa pengobatan. Selain itu, Nakula lihai mengengendarai kuda, dan memiliki ingatan yang sangat tajam dan tidak terbatas. Nakula adalah gambaran Rukun Islam yang ke-empat yaitu Membayar Zakat hal ini karena dia gemar bersolek dengan pakaian bagus dan bersih, suka memberi serta belas-kasih pada kaum yang lemah, lambang orang kaya yang Dermawan/suka memberi infaq, shadaqah dan zakat.
Sadewa (Ksatria Kembar) Sadewa adalah bungsu dari Pandawa lainnya. Merupakan kembaran dari Nakula. Jika Nakula dianugerahi ketampanan, maka Sadewa dianugerahi kepandaian, terutama dalam bidang astronomi, sehingga Sadewa memiliki kemampuan meramal untuk masa depan. Sifat Sadewa adalah bijak dan pandai, bahkan Yudisthira pernah berkata bahwa Sadewa memiliki kebijaksanaan lebih tinggi daripada Wrehaspati, guru para Dewa. Dikisahkan juga bahwa Sadewa adalah tokoh yang berhasil membunuh Sengkuni, paman para Kurawa yang terkenal dengan kelicikannya dan pintar menghasut. Sadewa berhasil membunuh Sengkuni dengan kecerdikan dan kepandaian yang dia miliki. Sadewa merupakan tokoh pendiam dalam kisah Mahabharata. Sadewa digambaran sebagai Rukun Islam yang ke-lima yaitu Kewajiban pergi Haji hal ini karena Sadewa suka melancong, mengembara mencari ilmu dan hikmah di tempat-tempat yang bersejarah. Zakat dan Haji digambarkan sebagai dua ksatria kembar Nakula dan Sadewa, mereka jarang muncul sebagaimana zakat dan haji diwajibkan bagi orang yang mampu, kalau tidak ada Nakula dan Sadewa maka Pandewa akan runtuh dan hancur begitu pula umat Islam jika tidak ada para hartawan yang sanggup membayar zakat dan menunaikan ibadah haji, fakir miskin akan terancam kekafiran dan kemurtadan. Kesenjangan sosial tidak terjembatani.
SEMOGA THREAD INI BERMANFAATBAGI JURAGAN2 SEMUA
100%100% menganggap dokumen ini bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai bermanfaat
0%0% menganggap dokumen ini tidak bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai tidak bermanfaat
Wayang Pandawa 5 ini adalah replika dari Wayang klithik yang merupakan salah satu kekayaan warisan budaya Indonesia.
Cerita pewayangannya mirip dengan Wayang Golek dari Jawa Barat yang berbentuk boneka, Perbedaannya adalah wayang klitik terbuat dari kayu berbentuk pipih seperti wayang kulit.
Souvenir Premium Wayang Gunungan Pandawa 5 Logam Stage Kayu ini terbuat dari bahan Alumunium, dengan stage kayu finishing Doff. Plat tulisan dari kuningan / Plat Gravo.
P. 32 cm | L. 7 cm | T. 25 cm
Hardbox Batik Exclusif
Free Costum Tulisan & Logo (PreOrder min 3-4 minggu)
Free Ongkir Japan, (Malaysia, Korea Hongkong silahkan Chat Admin)
nb : Untuk Harga & pengiriman di luar Japan silahkan chat admin Via Wa ( +6287777130192 )
Antareja, Sang Penguasa Dunia Bawah Tanah
Antareja adalah putra Bima dengan Dewi Nagagini, putri dari Batara Anantaboga yang merupakan penguasa kayangan Saptapratala yang terletak di dasar bumi, di bawah tanah bersama para ular. Kelak Ia menikah dengan Dewi Ganggi, putri Prabu Ganggapranwa, raja ular di Kerajaan Tawingaramada.
Raden Antareja memiliki kesaktian berupa semburan "bisa" yang dahsyat. Siapapun yaang tapak kakinya dijilat, akan menemui ajalnya. Antareja dapat memusnahkan Korawa tanpa perlu berperang, cukup hanya dengan menjilat tapak kaki mereka saja.
Bila hal ini terjadi, Prabu Kresna (penasehat Pandawa) khawatir bahwa sumpah-sumpah dan kutukan-kutukan yang seharusnya ditunaikan dalam Bharata Yudha tidak akan tertunaikan. Untuk itu, Prabu Kresna meminta Antareja untuk menjilat tapak kakinya sendiri, sehingga ia tewas seketika sebelum perang dimulai.
Gatotkaca dan Bima I Wikimedia Commons